Thursday, June 21, 2007

Wisata ke Canduang

Free Web Counter

Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mari kita berkunjung sejenak ke Nagari Canduang (Koto Laweh), kelahiran penulis.
Kenagarian Canduang Koto Laweh, kecamatan Canduang, kabupaten Agam. Lk 11km ke Timur dari kota madya Bukittinggi.
Obyek Wisata : Wisata Alam, "Panorama Bukik Bulek" (15 km dari Kota Bukittinggi)& "Tropical Virgin Forest Tracking" dan Sawah bertingkat dimanamana
Wisata Budaya : Muslim Community yang hidup dengan sistim matriarchat, Penghidupan pertanian dengan sawah pegunungan, Masjid Jami' Bingkudu terbuat dari kayu penuh ukiran dan lampu antik yang berumur lk 350 tahun.
Bagaimana kesana:
Dari Bukitinggi berjalan menuju ke arah timur (arah Payokumbuah, Pakanbaru). Setelah berjalan lk 5 km, atau tepatnya setelah melewati simpang Tanjuang Alam, dari kejauhan di sebelah Tenggara kelihatan antene Sumatra-Jawa Microwave dari Telkom.
Itulah tempat wisata Bukik Bulek nan mempunyai pemandangan alam spektakuler. Mempunyai udara bersih, pandangan lepas sampai ke jajaran bukit barisan yang berjejer berlapis indah. Pandangan lepas sekitar 270 derajat busur, sampai ke daerah Payokumbuah dan Batusangka, sekitar 90 derajat busur diselatannya berdiri kokoh Gunung Merapi dengan keterjalan tebing dan hutan tropis yang masih orisinal. Jelas kelihatan air terjun atau sarasah dari Merapi. Serta disebelah baratnya juga ada air terjun "Tabiang Jabua".
Setelah melewati 10 kilometer dari kota madya Bukittinggi, akan dijumpai Simpang Canduang, kekanan adalah jalan menuju Bukik Bulek.
Simpang Canduang adalah persimpangan yang terletak di 4 kenagarian dan dua kecamatan. Yaitu Kenagarian Panampuang, Koto Hilalang dan Canduang Koto Laweh di Kecamatan Canduang dan Kenagarian Baso dari kecamatan Baso.
Setelah berbelok kekanan di Simpang Canduang ini jalan mulai mendaki menuju Gunung Merapi, 150 meter ditemui simpang kekanan yang adalah jalan Kubu (perbatasan kecamatan Baso dan Canduang). Berjalan terus menuju Selatan, 75 meter, diseblah kanan, sebelum simpang ke Masjid Kayu Baganti, akan ditemui rumah Buya, Inyiak Canduang, Syech Sulaiman Arrasuli, ulama terkenal di seantero Sumatra bahkan Indonesia. Beliau adalah pendiri dan penumbuh kembangkan pesantren terkenal dari zaman doeloe "Tarbiyah Islamiyah". Setelah mendaki 100 meter lagi disbelah kiri berada pesantren Tarbiyah Islamiyah dan disebelah kanan jalan berada Masjidnya. Desa ini bernama Pakan Kamih.
Jalan terus mendaki sekitar 15 derajat, 150 meter ke Selatan ada simpang kekiri, menuju desa Minangkabau, bebrapa rumah yang terletak ditengah persawahan bertingkat. Sawah yang indah disaat padi menghijau ataupun menguning. Suatu suasana nan tak terlupakan karena penuh ketenangan dan indahnya karunia Allah swt.
Mendaki terus sekitar 200 meter ketemu Simpang empat, ke Timur/kiri menuju desa Melayu, ke barat desa Batu Balantai. Didesa Batu Balantai inilah asal para Hulubalang Canduang doeloenya. Dan ke Selatan adalah tujuan perjalanan ini. Sekitar 100 meternya ada simpang Anjuang, kekiri ke Masjid Raya Sabuah Balai didesa Lubuak Aua. Masjid milik sidang sabuah Balai, sidang yang paling luas di Canduang saat ini.
Sistim adat di Canduang adalah terdiri dari beberapa sidang, yang memiliki sebuah masjid, tempat kegiatan kagamaan jamaah masing-masing dan satuan kegiatan adat. Shalat Jumat biasanya diadakan di Masjid Sidang ini. Sidang yang lain yang ada saat ini adalah: Sidang Bingkudu, Labuang, Saratuih Janjang, Puti Ramuih, Duobaleh Kampuang, Panji dan Kayu Baganti.
Perjalanan Mendaki dari Batu Balantai dan Anjuang diteruskan ke Selatan, sekitar 100 meter ada simpang Gantiang. Kakanan ke desa Gantaing, ke kiri ke Lubuak Aua. Keselatan pendakian diteruskan, 250 meter kemudian jalan mentok di Pakan Akad. Kekanan/Barat menuju balai kenagarian Canduang, Balai Sati. Jika terus bisa menuju Kenagarian Lasi, Bukik Batabuah, Kubang Putiah dan Padang Lua (jalan Bukittinggi - Padang).
Untuk Menuju sasaran Bukik Bulek, di Pakan Akad mengambil jalan yang kekiri/Timur, setelah jalan mendatar 200 meter kita telah berada di Simpang ampek Koto Tuo. Ke Timur ada "Surau Baru", "Surau umpuak" orang Koto tuo jika terus menuju timur maka akan ke Batu Taba dan Koto Tinggi kecamatan Baso.
Sidang, satuan keagamaan dan kerapatan adat di Canduang, terdiri dari beberapa "Umpuak" yang mana setiap umpuak mempunyai satu "surau" tempat shalat berjamaah 5 waktu sehari semalam, serta tempat mengaji agama Islam. Di Surau inilah dulu tempat penggemblengan generasi muda Minang. Disini disamping pengajaran agama Islam juga diajarkan cara hidup yang lainnya, termasuk untuk survive disegala tantangan. Oleh sebab itu di "surau" juga diajarkan bermain silat. Untuk lebih lengkapnya pengetahuan mengenai surau dapat dibaca buku " Bergelut di Surau, karangan Prof. HAMKA.
Di Simpang Koto Tuo, jalan menuju Bukik Bulek adalah berbelok kekanan atau menuju arah Selatan. Pendakian dimulai lagi kini, 350 meter dari koto tuo setelah melewati Parak Kalam, anda memasuki sidang Bingkudu. Diperbatasan dua sidang ini, terhampar sawah indah bertingkat dikiri-kanan jalan. Disinilah berlokasi rumah penulis, dedesa Labuhan Pantai, detempat jalan menanjak tertajam, sekitar 20 s/d 25 derajat.
200 meter dari Labuhan Pantai, terletak Batu Tagak, desa terpadat di nagari Canduang (bahkan didesa seluruh Sumatra Barat). Di Batu Tagak ini berdiri sejak sekitar 100 tahun lalu pesantren Miftahul 'Ulumi Syariah (MUS), yang didirikan oleh Syech Ahmad Thaher. Pesantren yang kreatif untuk menggali sumber dana untuk pembiayaan kegaiatan belajar mengajarnya. Diantara kreativitas MUS yang telah maruah kini adalah berkebun markisah, yang telah banyak diikuti oleh anak nagari.
Simpang Empat Batu tagak, ke kanan/Barat menuju Sidang Duobaleh Kampuang, ke Selatan, mendaki menuju sidang Labuang, ke Timur mendatar menuju ke sidang Saratuih Janjang dan Masjid Raya Bingkudu. Perjalan beringsut ke Timur kini, dimana 200 meter akan ditemui simpang tiga "Surau Baru", salah satu surau umpuak di dalam sidang Bingkudu.
Kini mampir sebentar di Masjid Raya Bingkudu, disimpang Surau Baru berbelok kekanan/Selatan, dimana sekitar 300 meter berlokasi masjid Bingkudu yang berumur sekitar 350 tahun. Masjid ini terbuat dari bahan kayu, Atap ijuk yang ada pengaruh stupa Hindu, bertingkat tiga menjulang kelangit yang mempunyai tinggi sekitar 50 meter. Ditopang 17 tiang utama yang terdiri dari kayu bulat. Ditengah2, tiang yang pamjangnya lk 40 meter disebut "Tunggak Macu", yang berdiameter lk 3 meter. Tapi karena telah dimakan usia, bagian bawah tunggak macu tersebut telah diganti dengan beton semen. Didalam Masjid penuh dengan ukiran kayu dan lampu antik (sebagian lampu antik ini hilang dicuri si haram jadah). Di komplek masjid ini terdapat 3 bangunan utama, yaitu Masjid itu sendiri, Surau Bulek dan surau Bandaro. Surau bulek adalah tempat berdiskusi dan tempat mengaji reguler. Surau Bandaro adalah tempat petemuan penting yang terdiri dari sekitar 10 s/d 25 orang khusus. Penulis di Nikahkan di Surau Bandaro ini. Dihalaman Masjid ini juga terdapat makam Syech Ahmad Thaher, tokoh agama Sidang Bingkudu tempo doeloe.
Perjalan ke Bukik Bulek yang kira-kira masih 2 kilo meter dari Simpang Surau Baru sebaiknya dilanjutkan di session 2 dari perjalanan wisata di Canduang ini. Sampai jumpa di tulisan kedua.
Wassalamualaikum Ww
Darul M. St. Parapatiah
Dumai 4 Oktober 2003

No comments:

Post a Comment